Kita dan Malin Kundang
Legenda Malin Kundang berasal dari Sumatera Barat, mengisahkan tentang seorang anak yang mendurhaka pada ibunya. Setelah menjadi sukses dan kaya raya, Malin Kundang malu mengakui dan menerima ibunya yang datang dengan pakaian lusuh dan kotor. Sang ibu sangat sedih sehingga ia mengutuk Malin Kundang. Dan Malin Kundang pun menjadi batu. Legenda yang mirip dengan nama yang lain juga didapati di suku dan daerah yang lain.
Tetapi di dalam Alkitab kita dapati kisah nyata, bukan legenda. Satu bangsa yang sangat kecil, mulai dari satu kepala keluarga, kemudian menjadi budak di Mesir diangkat Allah menjadi anakNya. Allah memberi mereka tanah Kanaan yang subur, mereka menjadi kaya dan berkuasa. Namun kemudian yang terjadi adalah bangsa itu melupakan Allah. Mereka mendurhaka.
Dengarlah, hai langit, dan perhatikanlah, hai bumi, sebab TUHAN berfirman: “Aku membesarkan anak-anak dan mengasuhnya, tetapi mereka memberontak terhadap Aku. Yesaya 1:2
Betapa pedihnya hati Allah atas kelakuan anak-anakNya ini. Israel itu hanya satu keluarga yang memiliki 12 anak laki-laki, yang kemudian menjadi budak lebih dari empat ratus tahun di Mesir. Tetapi Allah mengubahkan masa depan mereka, dengan membebaskan mereka dari perbudakan dan memberi mereka tanah yang subur di Kanaan yang permai. Namun mereka bukannya bersyukur, mereka malah mendurhaka padaNya.
Allah mencipta manusia serupa dan segambar denganNya, tetapi sekarang Dia terpaksa curhatnya ke langit dan bumi karena anakNya sudah tidak mendengarkan suaraNya lagi. Tetapi, sekiranya Yesaya hidup di masa kita ini, apakah mungkin pesan yang sama juga akan dikatakan tentang kita?
Lembu mengenal pemiliknya, tetapi Israel tidak; keledai mengenal palungan yang disediakan tuannya, tetapi umat-Ku tidak memahaminya. (Yesaya 1:3)
Dalam nats di atas Allah membandingkan Israel dengan binatang peliharaan. Alkitab kadang-kadang lebih memuliakan lembu, keledai, atau semut daripada manusia. Manusia memang diperlengkapi dengan potensi yang luar biasa, yang tertinggi dari semua ciptaan. Potensi tersebut merupakan keistimewaan besar tetapi sekaligus juga dapat menjadi kekacauan besar bila manusia itu menjadi tidak rohani.
Dalam masa Yesaya, umat Allah memang sudah bergenerasi-generasi hidup seenak udel mereka. Mereka menjadi allah atas hidup mereka sendiri, mereka menentukan siapa yang akan disembah, mereka membuat aturan dan titah mereka sendiri. Mereka, karena sikap itu, menjadi sangat dungu dan tak berakal, kejahatan mereka sudah memuncak.
Di titik kekacauan Yehuda, Allah benar-benar sudah gerah dengan mereka. Keledai adalah binatang yang bodoh, tetapi keledai masih lebih cerdas kelakuannya dari pada bangsa itu. Manusia-manusia ini sudah hancur sampai kepada dasar-dasar hidup mereka. Karakter dasar pun sudah tidak ada pada mereka. Bahkan insting dasar binatang sekali pun sudah tidak ada pada mereka, tak heran Allah sangat murka atas bangsa ini.
1. Kenal
Binantang peliharaan tahu dan mengenal tuannya. Bila sang tuan datang, peliharaan itu akan menyambutnya. Orang asing akan dihindarinya atau bahkan diserangnya, tetapi tuannya dijilatnya. Bangsa Israel sudah tak mengenal Tuannya. Bangsa itu merasa dirinya yang menjadi tuan.
Malin Kundang tidak lupa akan rupa ibu yang telah melahirkannya, ia masih kenal. Tapi apalah artinya pengenalan jika ia malah menyangkal dan mengusirnya di hadapan istri dan anak buahnya. Orang Israel juga bukannya sama sekali lupa akan Yahweh, Allah mereka, tetapi mereka tidak hidup seturut pengenalan itu. Mereka sering “menyangkal dan mengusir” Allah dari hadapan teman-teman dan agenda-agenda duniawi mereka. Tidakkah itu bahkan lebih buruk dari tidak mengenal?
2. Respek
Lembu dan keledai peliharaan akan takut bila tuannya marah atau memukulnya. Binatang peliharaan tahu bagaimana menghormati tuannya. Tetapi bangsa Israel di zaman Yesaya tidak punya sikap respek kepada Allah.
Respek adalah rasa takut yang sehat. Kita tidak hanya takut pada Allah sehingga kita tidak berani mendekat, tetapi sebaliknya kita terkagum akan Dia serta merindukan keintiman denganNya. Hubungan dengan Allah itulah yang menjadi inti dari segala yang mungkin kita lakukan dan kita harapkan dalam kehidupan rohani kita.
3. Taat
Binatang peliharaan akan datang ketika tuannya memanggil, tunduk dan berbaring ketika sang tuan menyuruhnya. Binatang itu berjalan atau berhenti sesuai perintah sang tuan. Allah semesta alam menjadi iri hati melihat itu sebab umat milikNya tidak taat padaNya. Umat itu tidak mau mendengarNya.
Jadi bukti kita mengenal dan menghormati Allah kita dengan benar adalah bahwa kita berjalan dan datang kepada rancangan “palungan” yang telah Dia sediakan. Bukan seperti Yehuda yang masih menyebut nama Allah tetapi mereka justru membuat “palungan” mereka sendiri.
Bukan perkataan kita yang membuktikan kita mengenal Allah. Bagi Allah, yang terutama adalah apa yang kita perbuat. Apakah pengakuan kita sinkron dengan kelakuan kita? Jika Dia adalah Allah yang esa berarti kita tidak menduakanNya dengan apapun atau siapapun. Jika firmanNya benar berkuasa, kita tidak mungkin lebih memercayai perasaan dan prinsip kita sendiri.
Bapa, ampuni kedegilan hati kami. Ampuni kesalahan kami. Kami mau terus belajar mengenal, menghormati, dan menaati-Mu. Amen