INJIL UNTUK OPPUNG (Part 4: Bertobat)
Usai pembicaraan poin sebelumnya dengan oppung, saya memastikan lagi apakah oppung dapat memahami pembicaraan kami atau ada yang hendak ditanyakan. Oppung menceritakan perasaan sukacitanya dengan pemahaman itu dan tidak ada pertanyaan.
Lalu saya bertanya siapakah Yesus itu dalam iman oppung sekarang. Oppung yakin bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat baginya. Karena itu saya tuntun oppung untuk berdoa dan mengakui imannya itu kepada Bapa dan menerima Yesus menjadi Tuhan dan Juruselamatnya. Usai doa yang singkat, wajah oppung berbinar dan sukacita benar-benar terpancar dari beliau.
Pembicaraan kami berlanjut kepada poin ke 3 yakni tentang pertobatan. Dalam sukacita iman yang tulus dan murni, pertobatan itu menjadi respon alami atas kasih karunia Allah. Tuhan Yesus penuh dengan kasih karunia dan kebenaran, seperti dinyatakan dalam Injil Yohanes:
Karena dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia; 17 sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus. Yohanes 1:16-17
Adalah kasih karunia Allah yang memberi kita kesempatan kepada pengenalan akan Allah dan Tuhan Yesus Kristus. Tetapi dalam Tuhan Yesus selain ada kasih karunia, ada kebenaran juga. Zakheus, di Lukas 19, sadar ia tidak layak di hadapan Allah. Tetapi Tuhan Yesus memberinya kasih karunia dengan makan malam di rumahnya. Menerima anugerah sebesar itu, respon alami Zakheus adalah melakukan kebenaran. Ia, atas inisiatif sendiri, berdiri dan berjanji akan membagikan setengah hartanya kepada orang miskin dan sekiranya ada yang ia tipu, ia akan mengembalikan empat kali lipat.
Pertobatan itu adalah respon alami karena kita melihat kepada Allah. Itu adalah alur pertobatan yang benar. Orang yang menikmati kasih karunia Tuhan sanggup mengerjakan kebenaran Tuhan. Orang bisa ‘bertobat’ karena konsekuensi tetapi itu bukan pertobatan yang sejati menurut Alkitab:
Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian. 11 Sebab perhatikanlah betapa justru dukacita yang menurut kehendak Allah itu mengerjakan pada kamu kesungguhan yang besar, bahkan pembelaan diri, kejengkelan, ketakutan, kerinduan, kegiatan, penghukuman! Di dalam semuanya itu kamu telah membuktikan, bahwa kamu tidak bersalah di dalam perkara itu. (2 Korintus 7:10-11)
Ketika Yesus menyuruh Petrus menebarkan jala di tempat dalam pada siang hari, padahal semalam-malaman ia tidak menangkap apa-apa, tetapi ia melihat banyaknya ikan di jala itu, tiba-tiba Petrus masuk ke dimensi rohani. Petrus tidak terpaku kepada ikan itu lagi, tetapi ia jadi klik tentang siapa Yesus sebenarnya. Ia sujud menyembah Yesus dan meminta Yesus untuk pergi darinya karena ia seorang berdosa, ia tidak layak. Ia diawalnya menyebut Yesus sebagai “guru”, sekarang ia menyembah Yesus dan menyebutNya “Tuhan.”
Kisah di Lukas 5 itu menunjukkan bahwa orang yang mengenal Tuhan Yesus dengan jelas otomatis juga melihat keberdosaannya dengan jelas. Kita bisa melihat sesuatu semakin jelas ketika kita semakin mendekatkannya kepada terang. Begitulah hidup kita menjadi semakin tampak apabila kita semakin dekat kepada terang ilahi.
Kita tidak perlu memaksa diri kita atau orang lain untuk bertobat. Tetapi kita perlu untuk mendekat kepada Allah dan memiliki dukacita menurut kehendak Allah itu sehingga dihasilkanlah pertobatan yang akan membawa keselamatan. Pertobatan yang dipaksakan pastilah berat, tetapi yang lahir dari prinsip di atas menjadi mudah dilakukan.
Dosa itu bukan berupa daftar periksa yang secara legalistik mesti kita hindari. Dari definisi kata saja sebenarnya dosa adalah meleset dari sasaran, missing the mark, kita tidak mencapai standard Allah. Dosa itu adalah perkara hati, bukan perbuatan, perbuatan itu adalah manifestasi dosa. Tuhan Yesus, di Markus 7:18-23, berkata bahwa dosa itu berasal dari dalam, dari hati manusia. Itu adalah prinsipnya. Daftar yang Tuhan Yesus sebutkan di bagian akhir ayat tersebut adalah contohan dosa yang sesungguhnya berasal dari dalam hati.
Sayangnya, apabila berbicara tentang dosa, kebanyakan orang berpikir tentang perbuatan atau tindakan, bukan tentang apa yang dalam hati. Ini mesti kita seriusi jika kita ingin berkenan di hadapan Allah. Orang yang hanya menyesal dan mau bertobat ketika sudah melakukan tindakan dosa sebenarnya tidak akan mendapat perkenan di hadapan Allah dan tidak bisa masuk pada pertobatan sejati . Memiliki hati Allah adalah kunci kepada pertobatan.
Satu bagian ayat yang kemudian saya bicarakan dengan oppung adalah:
Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, 24 tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. (Matius 5:23-24)
Oppung terpana sambil bergumam, “Wahh.. dalam sekali ya.” dalam bahasa Batak, ketika mendengar firman ini. Kami sepakat khususnya untuk suku Batak secara umum, bahkan kasus-kasus dalam keluarga besar kami saja, bagian firman ini rasanya butuh waktu panjang untuk dipahami dan diaplikasikan. Dan nats ini pasti membawa dampak sangat besar bagi keluarga-keluarga yang mau mengerjakannya. Di situ akan terjadi persatuan dan kebahagiaan yang luar biasa besar.
Mengingat sakitnya perbuatan orang lain mungkin membuat kita sukar mengampuni, tetapi sekali lagi ini sesungguhnya bukan tentang apa yang kita pikir atau rasa, tetapi tentang apa yang dipikir dan dirasakan oleh satu-satunya Tuan kita, Yesus Kristus. Tidak ada yang sulit untuk dikerjakan orang yang memiliki dukacita menurut kehendak Allah, orang yang berpikir dan merasa seperti Kristus.
Kita tahu ada orang yang menginjili dan memenangkan kepada Kristus orang-orang yang telah membunuh anggota keluarganya secara biadab. Pengampunan yang luar biasa, bukan? Tetapi ada orang yang sakit hati karena ditegur akan kesalahannya dan selama bertahun-tahun tidak sanggup mengampuni. Lihat, jadi ini bukan perkara manusia memiliki kesanggupan atau tidak, semua sanggup. Tetapi apakah orang itu mengenal dan merasakan kasih karunia Kristus melimpah dalam hidupnya atau tidak. Orang yang merasakan kasih karunia Tuhan sanggup, dengan sukacita, melakukan kebenaran Tuhan.
Semua orang juga tahu bahwa Tuhan tidak akan mengampuni kita jika kita tidak mengampuni sesama kita. Kita juga tahu kalau kita tidak mengampuni orang lain itu ibarat kita yang minum racun dan berharap orang lain yang mati. Tidak mengampuni itu adalah perbuatan bunuh diri. Tuhan memberi kita perintah untuk mengampuni 7 kali 70 kali, artinya mengampuni secara sempurna dan secara tidak terbatas.
Tetapi sekali lagi, dengan prinsip di atas, sebenarnya juga berlaku semua dosa lainnya, jangan dipaksakan untuk mengampuni dan bertobat. Setiap orang perlu, terlebih dahulu, mengalami kasih Tuhan yang teramat besar itu sehingga ia sanggup melakukan apa yang Tuhan perintahkan.
Dalam bagian lain Tuhan Yesus mengajarkan bahwa orang yang sedikit diampuni sedikit juga berbuat kasih (Lukas 7:47). Sebenarnya mana ada dosa besar dan dosa kecil di hadapan Allah, semua dosa adalah sama. Satu dosa saja cukup untuk mengirim orang ke Neraka. Tetapi yang terjadi adalah sebagian orang tidak melihat dirinya diampuni sangat besar, mereka inilah yang akan melakukan sedikit kasih. Tetapi orang yang sadar betapa banyak ia diampuni, banyak juga berbuat kasih.
Paulus bisa mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang paling berdosa di antara orang berdosa, itu karena ia sangat menghargai pengampunan Tuhan atas dirinya. Itulah yang membuat Paulus begitu tergila-gila untuk mengerjakan apa saja untuk Tuhan, rela untuk mengalami apa saja demi Tuhan Yesus, sebab baginya yang penting adalah bahwa ia memiliki Tuhan, baik ia hidup ataupun mati. Jika iman kita sama dengan Paulus, kita juga sanggup melakukan apa yang ia lakukan.
Milikilah pengenalan yang dalam akan kasih karunia Tuhan Yesus serta kebenaranNya, pastikan dukacita menurut kehendak Allah yang bekerja dalam diri kita, niscara pertobatan menjadi hasil yang akan dikerjakan dalam diri kita senantiasa. Amen.
(bersambung)
Catatan:
Karena pembicaraan saya dengan oppung baru sampai di poin ini, jadi tulisan ini pun akan berhenti sampai di sini dulu. Nanti setelah kami melanjutkan pembicaraan ke poin 4 dan 5, baru kita lanjutkan lagi tulisan ini ya.