Manfaat Besar Mengendalikan Hidup Sendiri
Mengacungkan telunjuk ketika ditanya oleh guru adalah pertanda baik, anak pintar. Tetapi mengacungkan telunjuk kepada orang lain ketika satu persoalan mengemuka bisa menjadi sikap kurang terpandang, tidak bertanggungjawab. Mengancungkan telunjuk itu bisa baik atau buruk, tergantung arahnya ke mana dan apa maksudnya. Tahukah Anda bahwa arah telunjuk yang salah dapat membunuh karakter dan masa depan orang lain, dan kita juga?
Selama saya dan isteri mengkonseling pasangan-pasangan menikah, kami menemukan pasangan yang selalu mengacungkan telunjuknya sembari menyalahkan pasangannya tak akan pernah bisa bertumbuh dalam pernikahannya. Pernikahan itu tidak dapat mencapai apa yang menjadi tujuan awalnya mendirikan pernikahan itu sendiri. Begitu juga dengan orang yang tak pernah merasa salah, selalu menyalahkan orang lain, orang seperti itu tak akan bisa keluar dari kelemahannya. Oh, tunggu dulu, bahkan orang seperti itu tidak merasa kalau dirinya memiliki kelemahan.
Dengan menuding orang lain, tak perduli sebagus apa pemaparan argumennya, berarti kita sudah menyerahkan kendali atas hidup kepada orang itu. Remote yang menggerakkan kita tidak ada di tangan kita, orang lain yang punya kuasa untuk menentukan kita menjadi apa saja. Dan apa sajapun yang terjadi kepada kita sekarang, itu adalah karena hal-hal eksternal kita, kita sama sekali tidak bertanggungjawab. Tetapi coba renungkan dalam hati, masakan kita mengijinkan orang-orang itu mengobok-obok hidup kita hingga tak berbentuk?
Mari, Bung, rebut kembali remote atas hidup kita. Dua ribu tahun lalu, Simon Petrus menuliskan begini, “Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu. Ia harus menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik, ia harus mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya.” Dalam hidup kita mesti bersifat aktif, tidak pasif atau sekedar reaktif. Mengambil tanggungjawab itu bisa menimbulkan kesakitan, itu benar. Tetapi apakah kita lebih suka rasa sakit untuk berubah atau kesakitan karena tidak pernah berubah? Tidakkah kita lebih rela sakit setahun dua tahun dalam pembentukan atau sakit puluhan tahun karena gagal bertumbuh?
Masa-masa yang selalu saya tunggu dari setiap sesi konseling yang menjadi moment of truth adalah ketika seseorang berkata, “Saya baru benar-benar klik. Selama ini sudah sering saya dengar, tetapi baru sekarang saya bisa merasa seratus persen memang saya yang mesti berubah, bukan isteri saya, bukan orang lain.” Orang dengan statemen seperti itu sudah siap untuk terobosan dalam hidupnya. Orang itu akan melihat hari-hari baik dalam hidupnya. Orang itu akan melihat bahwa isterinya atau suaminya adalah seorang baik yang bijaksana. Ia akan memiliki banyak rencana untuk pengembangan dirinya, ia menjadi kurang mengoreksi orang lain, dan lebih fokus mengevaluasi dirinya sendiri.
Mulailah hari ini untuk memeriksa pada siapa saja kita telah menitipkan remote hidup kita selama ini. Mereka itu adalah orang yang sering kita salahkan, kita mengklaim gara-gara mereka maka kita seperti ini. Mereka itu orang-orang yang sering memicu kelemahan kita. Ambillah remote kita dari tangan atau dari perkataan mereka, dari tatapan mata atau cibiran mulut mereka. Dan mulai hari ini, katakanlah “Tuhan memberiku tanggungjawab atas hidupku! Aku yang bertanggungjawab sekarang!”